Monday, November 3, 2014

Growing Up, You Doing It Right

Kalau kata orang-orang, bergayalah sesuai isi kantong. Tapi banyak juga orang yang mengatakan untuk bergayalah sesuai umur. Kalau sudah tua, jangan berdandan ala anak ABG. Pemahaman ini tidak hanya untuk dunia fashion, tapi juga tentunya untuk dunia musik. Sebuah band yang telah berkembang, sudah seharusnya mengembangkan karyanya seiring dengan bertambahnya umur mereka. Memang umur bukan tolak ukur tingkat kedewasaan. Tapi kedewasaan adalah tujuan hakiki dari proses menua. 

Ada salah satu band yang menggelitik saya untuk membuat tulisan ini. Bagi anda penggemar music hardcore, pasti tidak asing lagi dengan nama band Bring Me The Horizon. Yap, band asal Inggris yang muncul pada tahun 2004 ini merupakan salah satu band metalcore yang cukup disegani. Saya menuliskan artikel ini hanya berdasarkan pandangan saya, dan sekelompok basis fans yang menyukai band ini. Hal ini dikarenakan basis penikmat musik genre ini tidak sama dengan penikmat musik pop yang lebih universal. Buat anda yang tidak memahami genre musik ini boleh saja melipir dari blog ini, atau malah teruskan saja membaca untuk menambah pengetahuan :p


Kenapa Bring Me The Horizon?
Bring Me The Horizon (BMTH) pertama masuk Indonesia pada tahun 2006-an, semenjak band semacam Alesana, Norma Jean, Saosin (masih dengan Anthony Green) dan Black Dahlia Murder muncul di platform musik gaul saat itu, MySpace. Aktifitas unduh lagu di Indonesia masih terbilang gampang-gampang sulit, mengingat kecepatan internet di Indonesia hanya berkisar 512 Kbps saja. Namun, karena MySpace memiliki fitur widgets yang dapat di attach dengan media sosial Friendster, MySpace tetap menjadi pusat musik anak melek digital pada masa itu.

Lagu BMTH yang pertama terkenal adalah Pray For Plagues. Genrenya masih deathcore banget, hampir mirip trash tapi nuansa emo dan metalcore-nya masih lebih dapet, lah. Kalo anak deathcore dan metalcore MySpace pasti udah kenal banget lah sama lagu ini. Bahkan muncul band-band Indonesia yang mulai mencoba menjajal aliran ini, seperti Killing Me Inside.

Perkembangan BMTH Dalam Pandangan Saya
Saya adalah penikmat musik keras sejak SD. Kecintaan saya berawal dari Linkin Park (yeah they might be influenced almost a half of people around the world), saya mulai menyukai band seperti Alesana dan Silverstein ketika SMP. Pertama kali mendengarkan Pray For Plagues, dengan cepat saya menyukainya, namun dengan cepat pula saya berpikir bahwa band ini tidak akan bertahan lama. Kemunculan pendatang baru seperti Avenged Sevenfold dengan lagu metal yang mudah dinyanyikan, menggeser posisi BMTH di hati kebanyakan anak gaul di Indonesia. Akhirnya, lagu-lagu BMTH hanya berhenti di mp3 player yang sangat sulit di share pada kerabat ataupun kawan. Nasib lagunya kurang lebih sama dengan band-band populer beraliran deathcore lainnya.

Dua tahun berlalu dan saya sudah duduk di bangku SMA. Masih, tetap setia mendengarkan genre serupa. Tahun 2008, album kedua BMTH yang berjudul Suicide Season pun rilis. Para penggemar BMTH yang haus akan lagu baru, berbondong-bondong mengunduh single utama mereka yang berjudul Chelsea Smile.

Ternyata, responnya kurang positif. Basis fans BMTH Indonesia mulai mengejek bahwa BMTH kehilangan taringnya, mulai terdengar seperti dangdut, dan mulai tunduk pada selera pasar emo populer. Saya sendiri setuju dengan pendapat mereka saat mendengarkan dan menonton single Chelsea Smile, namun setelah bersabar untuk mendengarkan seluruh lagu pada album tersebut, saya merasa bahwa BMTH sedang bereksperimen. Dan hasilnya luar biasa: lirik-lirik lagunya tidak semata hanya cinta-cintaan atau patah hati, tapi lebih kepada encouraging youth. Permainan musiknya juga terdengar lebih rapi. Walaupun di Indonesia nggak laku, tapi justru dengan album barunya, BMTH mulai menggelar tur keliling Eropa dan Amerika. Aksi panggungnya juga dapat dikatakan sedang nakal-nakalnya, seperti kasus Oliver Sykes (vokalis) mengencingi penonton. Ih untung saya ga nonton di sana ya, tapi saya senang sekali melihat band ini berproses. Walaupun memang sih, diantara seluruh albumnya, menurut saya, lagu-lagu di album ini memang paling tidak merdu dan catchy di telinga, hehehe.

Album ke 3 BMTH yang dirilis ketika saya mulai masuk kuliah, seperti membawa angin segar. Ketika saya sudah mulai mual mendengarkan lagu deathcore ala Prince of Thespian-nya Alesana di tahun 2010, album dengan judul There Is a Hell, Believe Me I’ve Seen It. There Is a Heaven, Let’s Keep It a Secret menawarkan konsep metalcore dengan campuran electronica, klasik dan pop yang elegan. BMTH mengajak para fans-nya merasakan mixing yang apik antara scream, distorsi gitar serta hentakan drum dengan iringan paduan suara ala gereja rasa film aksi. Album ini adalah turning point terbaik BMTH, sehingga dunia musik pop international mulai mengakui keberadaan mereka. BMTH mulai diundang untuk tampil live di radio-radio yang memiliki tangga lagu bergenre universal. Mungkin manajemen mereka juga sudah semakin baik, namun jelas produk yang mereka tawarkan memang lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Tengok saja lagu-lagu yang mereka jagokan dalam album ini, seperti It Never Ends atau Blessed With A Curse. Karya mereka pada album ini semakin matang.

videonya simpel, tapi bagus :P


Lagi-lagi 2 tahun berlalu. BMTH sudah berhasil melaksanakan konser di Jakarta. Saya sendiri, masih terus mendengarkan lagu mereka di saat senggang. Namun tentunya, dengan bertambahnya umur saya, selera musik saya sendiri terus berproses dengan munculnya genre-genre musik populer yang baru. Selain itu, saya harus mulai menyukai lagu-lagu dengan tempo mendayu sebagai tuntutan sosial lingkungan bahwa saya sudah mulai “dewasa”. Band-band dengan genre deathcore baru juga bermunculan, seiring dengan semakin mudahnya mendapatkan informasi melalui teknologi. Asking Alexandria dan Bride Veil Brides adalah band-band baru yang mulai merintis fan base di Indonesia. Band-band metalcore besar seperti Avenged Sevenfold telah kehabisan masa jaya mereka. Genre dubstep mulai merambah chart universal. Para penggemar BMTH seperti bersembunyi dibalik rerumputan, menunggu karya baru mereka sambil mengisi kekosongan dengan mendengarkan lagu-lagu yang lain.

Mengejutkan, dalam kekosongan tersebut, BMTH mulai menyerukan bahwa mereka akan mengeluarkan album baru berjudul Sempiternal. Potongan artwork album dan pengumuman coming soon mulai menyebar. Benar saja, dalam beberapa bulan mereka memasukkan lagu baru mereka, Shadow Moses ke dalam Youtube. Dan tepat tanggal 4 Januari 2013, lagu ini disiarkan eksklusif perdana pada radio BBC di Inggris.

Bereksperimen dengan efek 3D

Respon saya sih, POSITIF. Mendengarkan Shadow Moses adalah pengalaman 4 menit yang menyenangkan. Ternyata, basis fan BMTH dunia juga memberikan apresiasi positif pada single ini. Terbukti, lagu ini sempat duduk di posisi kedua pada UK Rock Singles Chart tahun 2013. Walau di dalam comment Youtube memang terdapat banyak kritik negatif, terbukti lebih dari 80% para penonton menyukainya berdasarkan vote yang tersedia di laman video.

Menurut saya, para fans yang tumbuh kembang bersama karya mereka, merasakan betul bahwa pada album Sempiternal, band ini telah menjadi ‘dewasa’. Mereka telah menjadi tua. Namun tua di sini bukan berarti mereka menjadi membosankan. Mereka justru semakin matang dan bijaksana. Lirik dari lagu-lagu pada album ini terasa seperti nasihat dari orangtua untuk menemukan jati diri: menemukan inti dari rasa kekosongan hati (Can You Feel My Heart), bagaimana caranya move on dari tekanan beban batin (Hospital For Soul), mengingat bahwa hidup hanya sekali (The House of Wolves), bersyukurlah kepada Tuhan dan pujalah Ia (Crooked Young) serta keseluruhan saran bahwa bunuh diri jelas bukan cara terbaik mengakhiri penderitaan. Sempiternal adalah satu paket wisdom yang nyaman untuk didengar, terutama untuk anda yang bukan lagi anak kecil.


Penutup
Satu hal yang membuat BMTH sukses menjadi ‘dewasa’ adalah kemampuannya untuk meningkatkan kualitas karya musiknya sesuai dengan perkembangan umur mereka. Mereka juga konsisten pada koridor genre mereka, menjadi menarik untuk didengar tanpa perlu terpengaruh selera pasar musik pop. Perjalanan karir BMTH adalah contoh kasus yang menarik, dimana band dengan genre eksklusif ini mencoba menanjak, bereksperimen, jatuh namun dapat kembali bangkit.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah, kita tidak perlu berpura-pura menjadi muda agar terlihat menarik. Karena menjadi tua adalah hal yang pasti. Memang perlu untuk mendengarkan orang lain, sehingga kita dapat melihat kelemahan kita dan memperbaikinya, bukan untuk menelan kata-kata mereka mentah-mentah. Kadang hal unik di dalam diri kita dapat terkubur apabila kita memaksakan diri berlaku menjadi orang lain atau bertindak hanya sesuai trend :)




No comments:

Post a Comment